Faedah Penting Menata Niat
Salah satu syarat mutlak diterimanya amal seorang hamba adalah benarnya niat, yaitu ikhlas hanya untuk Allah. Tanpa ikhlas, amal seseorang akan tertolak. Allah Ta’ala berfirman,
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاء
“Padahal mereka tidak disuruh, kecuali supaya menyembah Allah dengan mengikhlaskan ketatan hanya kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus.“ (QS. Al Bayyinah: 5)
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,
إنَّ اللهَ لا يقبلُ من العملِ إلَّا ما كان خالصًا وابتُغي به وجهُه
“Sesungguhnya Allah tidak akan menerima amal, kecuali yang ikhlas mengharap wajah-Nya.“ (HR An-Nasa’i, shahih)
Niat yang benar, yaitu ikhlas kepada Allah, juga akan membuahkan banyak faedah lain yang luar biasa. Dengan menata niat yang ada di hati, seseorang bisa berpeluang mendapat banyak kebaikan dan pahala dari setiap aktifitasnya. Dengan niat yang benar, seseorang bisa mendapat pahala meskipun belum mampu mengamalkan suatu amal. Dengan niat yang benar pula, aktifitas yang mubah dan adat kebiasaan bisa menjadi bernilai ibadah. Inilah pentingnya menata niat agar seorang hamba berkesempatan mendapatkan banyak kebaikan. Oleh karena itu, hendaknya kita pintar dan jeli serta perhatian terhadap perkara hati yang satu ini.
Baca Juga: Hukum Menganggap Lunas Hutang dengan Niat Zakat
Mendapat Pahala, Meskipun Belum Mampu Mengamalkan
Dengan niat yang ikhlas, seorang hamba bisa mendapatkan pahala suatu amal meskipun dia belum mampu mengamalkannya. Bahkan seseorang bisa mendapat predikat syuhada dan mujahid meskipun dia meninggal di atas kasurnya. Allah Ta’ala menjelaskan tentang sifat orang yang tidak mampu untuk berjihad bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam firman-Nya,
وَلاَ عَلَى الَّذِينَ إِذَا مَا أَتَوْكَ لِتَحْمِلَهُمْ قُلْتَ لاَ أَجِدُ مَا أَحْمِلُكُمْ عَلَيْهِ تَوَلَّواْ وَّأَعْيُنُهُمْ تَفِيضُ مِنَ الدَّمْعِ حَزَناً أَلاَّ يَجِدُواْ مَا يُنفِقُونَ
“Dan tiada (pula) berdosa atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu supaya kamu memberi mereka kendaraan, lalu kamu berkata, ‘Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu.’ Lalu mereka kembali, sedang mata mereka bercucuran air mata karena kesedihan, lantaran mereka tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan.“ (QS. At Taubah: 92)
Demikian pula, disebutkan dalam sebuah hadis dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِنَّ أَقْوَامَاً خلْفَنَا بالمدِينةِ مَا سَلَكْنَا شِعْباً وَلاَ وَادِياً إِلاَّ وَهُمْ مَعَنَا، حَبَسَهُمْ الْعُذْرُ
“Sesungguhnya ada beberapa kaum yang kita tinggalkan di kota Madinah. Mereka tiada menempuh suatu lereng ataupun lembah seperti kita, namun mereka itu bersama-sama dengan kita. Mereka terhalang (untuk berangkat berperang), karena suatu uzur.” (HR. Bukhari)
Dalam riwayat lain disebutkan,
إِلاَّ شَركُوكُمْ في الأَجْر
“kecuali mereka mendapat pahala sebagaimana kalian.“ (HR. Muslim)
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,
مَنْ سَأَلَ اللَّهَ الشَّهَادَةَ بِصِدْقٍ بَلَّغَهُ اللَّهُ مَنَازِلَ الشُّهَدَاءِ وَإِنْ مَاتَ عَلَى فِرَاشِهِ
“Siapa yang meminta kepada Allah mati syahid dengan jujur dalam hatinya, maka Allah akan sampaikan dia pada kedudukan orang-orang yang mati syahid meskipun dia meninggal di atas ranjangnya.” (HR. Muslim)
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga menerangkan bahwa seorang yang fakir bisa memperoleh pahala layaknya orang kaya yang sedekah meskipun dia tidak mampu untuk melakukannya. Hal itu akan didapatkan jika niatnya benar. Dari Abu Kabsyah Al-Anmaary radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَثَلُ هَذِهِ الْأُمَّةِ كَمَثَلِ أَرْبَعَةِ نَفَرٍ رَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالًا وَعِلْمًا فَهُوَ يَعْمَلُ بِعِلْمِهِ فِي مَالِهِ يُنْفِقُهُ فِي حَقِّهِ وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ عِلْمًا وَلَمْ يُؤْتِهِ مَالًا فَهُوَ يَقُولُ لَوْ كَانَ لِي مِثْلُ هَذَا عَمِلْتُ فِيهِ مِثْلَ الَّذِي يَعْمَلُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ …وَسَلَّمَ فَهُمَا فِي الْأَجْرِ سَوَاءٌ
“Permisalan umat ini bagaikan empat orang. Seseorang yang diberikan oleh Allah berupa harta dan ilmu, kemudian dia membelanjakan hartanya sesuai dengan ilmunya, dia menginfakkannya kepada yang berhak. Ada pula seseorang yang diberi oleh Allah berupa ilmu namun tidak diberikan harta. Dia berkata, ‘Seandainya saya memiliki seperti yang dimiliki orang ini (orang yang pertama), niscaya saya akan berbuat seperti yang ia perbuat.’ Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Maka dalam urusan pahala, mereka berdua sama …’ “ (HR. Ibnu Majah, shahih)
Baca Juga: Hukum Talak dengan Sekedar Niat
Namun, ada perkara penting yang harus diketahui. Bahwasanya seseorang terkadang dia tidak mampu mengamalkan sesuatu, namun dia berangan-angan akan megamalkannya dan dia menyangka bahwa dirinya akan mendapat pahala dengan angan-angannya tesebut. Dia beranggapan bahwa itu merupakan niat yang benar. Maka ketahuilah, yang demikian ini hakikatnya merupakan angan-angan dirinya sendiri yang dusta dan merupakan bisikan setan. Kita dapati ada orang duduk di rumahnya, tidur di atas pembaringannya, dia tidak pergi ke masjid dan hanya mengatakan, “Aku senang untuk pergi ke masjid.“ Namun, dia menyangka dengan ucapannya tersebut akan mendapatkan pahala salat jemaah di masjid. Yang seperti ini bukanlah yang dimaksud dalam pembahasan ini dan tidak termasuk seperti orang yang disebutkan dalam hadis di atas. Benarnya niat harus disertai dengan kejujuran dan ketulusan dalam hati, bukan hanya sekadar angan-angan saja.
Perkara Mubah dan Adat Kebiasaan Bisa Menjadi Bernilai Ibadah
Dari sahabat Sa’ad bin Abi Waqosh radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِنَّكَ لَنْ تُنْفِقَ نَفَقَةً تَبْتَغِي بِهَا وَجْهَ اللَّهِ إِلَّا أُجِرْتَ عَلَيْهَا حَتَّى مَا تَجْعَلُ فِي فَمِ امْرَأَتِكَ
“Sesungguhnya tidaklah Engkau menafkahkan sesuatu dengan niat ikhlas untuk mencari wajah Allah, melainkan Engkau akan diberi pahala karenanya, sampai-sampai apa yang Engkau berikan ke mulut isterimu (juga akan diberi pahala oleh Allah).” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ini merupakan perkara agung yang merupakan pintu terbukanya banyak kebaikan. Apabila seorang muslim mampu melakukannya, dia akan medapat kebaikan yang besar dan pahala yang banyak. Seandainya kita maksudkan dalam aktifitas kebiasaan yang kita lakukan dan perkara mubah yang kita lakukan semuanya kita kerjakan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala, maka niscaya akan mendapat kebaikan yang besar dan pahala yang melimpah.
Zabiid Al-Yaamy rahimahullah berkata, “Sesunggunhnya aku suka menghadirkan niat dalam setiap kondisi apa pun, temasuk ketika makan dan minum.“
Kita ambil contoh perbuatan yang sering kita lakukan. Mudah-mudahan kita bisa mendapat faedah pahala darinya dalam aktifitas kehidupan sehari-hari.
Banyak orang suka memakai parfum. Seandainya dia maksudkan memakai parfum sebelum pergi ke masjid untuk memuliakan rumah Allah serta agar tidak mengganggu orang yang ada di masjid dengan bau yang tidak sedap, maka dia akan mendapat pahala kebaikan.
Setiap kita pasti butuh makan dan minum. Barangsiapa yang mempunyai niat ketika sedang makan dan minum untuk menguatkan fisik dalam melakukan beribadah, maka dia akan mendapat pahala.
Mayoritas manusia butuh menikah. Apabila dia niatkan ketika menikah untuk menjaga harga dirinya dan istrinya, serta ingin mendapatkan keturunan yang senantiasa beribadah kepada Allah Ta’ala, maka niscaya akan ditetapkan pahala untuknya.
Para mahasiswa hendaknya juga senantiasa memperbagus niat ketika belajar, agar ilmunya bisa memberikan manfaat bagi Islam dan kaum muslimin.
Dokter hendaknya meniatkan ketika bekerja untuk membantu mengobati kaum muslimin yang sakit.
Begitu pula dengan para pekerja dan yang lainnya. Setiap orang hendaknya meniatkan untuk memberi manfaat bagi Islam dan kaum muslimin sesuai dengan bidangnya masing-masing.
Dan ini berlaku untuk seluruh aktifitas. Setiap orang pasti melakukan aktifitas kerja, memberi nafkah untuk keluarganya, tidur, dan berbagai aktifitas lainnya. Maka, jangan remehkan untuk berusaha mencari pahala dari setiap perkara mubah tersebut dan menghadirkan niat ikhlas di dalamnya. Itu semua akan menjadi sebab keberuntungan dan keselamatan di hari akhirat nanti.
Hal ini bisa kita terapkan dalam setiap aktifitas apapun yang kita lakukan. Inilah di antara faedah pentingnya menata niat yang akan menghasilkan buah manis berupa kebaikan dan pahala di sisi Allah Ta’ala. Semoga bermafaat.
Baca Juga:
***
Penulis: Adika Mianoki
Artikel asli: https://muslim.or.id/72504-faidah-penting-menata-niat.html